Family oriented and education oriented

Selasa, 24 Desember 2013

Doa Di Ujung Waktu

00.36 Posted by Harna Nawir No comments
    Aku tidak tau ini keputusasaan atau harapan yang sudah menua dan sudah sampai di ujung lelah. Aku ingin marah, aku ingin pergi dan aku ingi berteriak sekencang-kencangnya. Biarlah sang malam terbangun, membantuku mencari jalan keluar. Ya Allah..  keputusasaan ini nyaris menggerogoti hatiku.

Usiaku 28 tahun dan bulan Februari 2014 sudah 29 tahun. Usia yang cukup tua untuk seorang gadis perawan seperti saya. Teman-teman sebaya sudah menikah dan bahkan diantara mereka sudah memiliki anak, sedagkan aku? Ya Allah tanyaku ini, selalu saja ku haturkan disepanjang malam. Tapi sampai sekarang Engkau belum menjawab doaku..

 Aku tau, aku hanya perlu bersabar dan menanti leih lama. Engkau menguji kesabaranku saat ini.
Jika mengingat masa lalu itu, membuat saya berpikir apa aku sudah menolak jodohku? Sudah ada beberapa ikhwan yang pernah datang di rumah, berniat menikahiku. Tapi belum ada satu pun yang diterima oleh orang tuaku. Ibu ku berasal dari suku Bugis, adat budayanya yang masih sangat kental, membuat ikhwan tidak bisa memenuhi persyaratan yang diajukan oleh mereka.

Ibu.. tolong dengarkan isi hatiku kali ini.aku ingin menikah dengan ikhwan yang agamanya baik, taat dan bisa membimbingku hingga meraih jannah-Nya. Ibu, aku ingin lelaki seperti itu. Bukan lelaki yang mengutamakan dunianya..
       Aku sudah pernah berjanji bahwa aku tidak akan menolak permintaan ibu.. aku akan mengikutinya, demi membuatnya bahagia. Ayahku, seorang wiraswasta. Beliau sangat jarang berada di rumah. Terkadang 2 kali setahun.. aku ketiga kedua dari 6 bersaudara.
     Keluargaku bukan keluarga yang sempurna, bukan keluarga islami. Dari kecil aku tidak pernah mengingat, bahwa aku pernah diajarkan ilmu agama oleh ayah maupun ibuku. Tidak pernah sama sekali..
Bahkan kakakku seorang yang memiliki aliran agma yang berbeda denganku. Sama Islam, tapi dia islam filsafat. Bukan satu dua kali saya berdebat dengannya.. Ya Allah, aku ingin mengadu denganmu. Menceritakan ulah kakakku yang selalu menafikkan keagungan-Mu..

Pernah suatu hari saya berdebat dengan kakakku.. Namanya Akmal.
“Aliyah, untuk apa sih kamu shalat? Menyembah Allah?”
Aku menjawab “iyah, saya shalat sebagai wujud bahwa saya hanyalah seorang hamba”
 “Apa kamu percaya dengan Al-Qur’an? Apa Al-Qur’an itu benar?”
“ya Allah kenapa kakak mempertanyakan kebenaran Al-Qur’an, Al Qur-an adalah firman Allah, sesuatu yang nyata”.
“TIDAK, Al-Qur’an itu tidak ada kebenaran sama sekali di dalammya”.. kak Akmal
“Sudah, mending kakak keluar dari kamarku, aku ga mau berdebat masalah yang sudah nyata kebenarannya”.. Ujarku dengan suara yang cukup keras

     Kakakku tidak pernah shalat bahkan selalu mempertanyakan al-Qur’an. Ya Allah aku ingin mngadukan kakak dengan-Mu, mendengarkan peluhku dalam hati. Keluargaku tidaklah seperti keluarga yang lain, tidak ada kasih sayang di dalamnya. Aku ingin berteriak, meneriakkan semua kecewa di dalam hati.
Sedangkan kedua adikku, tidak memakai hijab. Berulangkali aku menasihatinya, agar memakai hijab tapi mereka tidak pernah mendengarkanku. Dikeluargaku memang tidak pernah diajarkan, bagaimana pentinganya hijab bagi seorang wanita. Bahkan, teringat waktu pertama kali saya mengenakan hijab syar’i, saya ditertawakan oleh adik-adikku, katanya gayaku kampungan, seperti nenek-nenek. Ketika itu, air mataku tiba-tiba mengelir tapi tidak di depan mereka.
Pernah juga, ibuku tiba-tiba berkata “Nak, nggak usah pake jilbab sepanjang itu. Nanti ngggak ada laki-laki yang mau denganmu, berpenampilan sedikit lah”.
Lalu kataku “ibu, aku tidak pernah meragukan janji Allah kepada hamba-nya.”

     Ternyata sudah tengah malam, aku melirik jam dinding yang terpampang di atas meja belajarku. Saatnya, shalat tahajjud. Bermunajat dengan-Mu, curhat dengan-Mu dan mengutarakan semua kekecawanku hari ini.
-----
Semakin hari, usiaku semakin bertamba. Kedua adikku sudah menikah, tahun lalu adikku yang paling bungsu sudah menikah dengan salah satu pengusaha di Makassar. Orang-orang seakan melirikku dengan penuh tanda tanya. Aliyah kapan nikah? Udah tua kok masih belum laku?
Ya Allah, pertanyaan seperti itu sudah sangat biasa terngiang dikepalaku. Sudah lumrah..
    Pernah suatu hari, ada ikhwan yang sangat aku suka, aku empati dan simpati dengannya. Diapun memberanikan diri untuk melamarku, mendatangi orang tuaku. Berbicara dengan ibuku..

Ibuku bertanya “Pekerjaanmu apa?”
Ikhwan itu menjawab “Saya bekerja di salah satu travel haji dan umroh dan ada usaha kecil-kecil”
Ibu “ohh. Usaha kecil yah. Berapa uang panaik buat anakku?
Ikhwan itu menyebutkan dan ternyata tidak sesuai dengan keinginan ibuku, diapun ditolak. Seperti kasus-kasus sebelumnya.
Itulah tradisi di suku bugis, jika orang tua semakin terpandang makan kehormatannya juga semakin terpandang. Maka, mencari calon menantu buat anak perempuannya harus selevel dan orang tuaku begitu.
Tangis pilu saat itu, kemudian ikwan itu mengirimkan saya pesan singkat yang isinya..

“AssalamuAlaikum Wr.Wb... Ukhti, besar keinginan untuk membina sebuah mahligai rumah tangga denganmu, tapi orangtuamutidak menyetujui hal itu terjadi. Kita belum berjodoh ukhti.. Waalaikum Salam Wr.Wb”

Sesekali memandangi pesan singkat itu, mataku berkaca-kaca. Lidahku kaku dan tak mampu berkata-kata apa lagi. Ibu kali ini, dia menolak laki-laki yang aku inginkan sebagai jodohku.
     Ibuku selalu ingin membandingkan dengan suami adik-adikku.. yang kaya raya dan terpandang. Tidak ibum aku tidak menginginkan suami seperti itu tapi tidak taat dengan Sang Maha Pencipta.

Ya Allah, kirimkan lelaki yang mampu baik agamanya dan hartanya cukup untuk menafkahi aku dan anak-anakku kelak. Leburkanlah keinginanku dan keinginan ibuku untuk amalah jodohku. Aamiin Allahumma Aamiin”
                               
Aku bekerja disalah satu Rumah sakit terkemuka di Makassar. Dengan penuh kegigihan dan tanggungjawab menjalani pekerjaanku. Sebagai persembahan syukurku kepada Sang Maha Segala-Nya. Hari demi hari aku jalani, sembari memantaskan diriku dengan jodoh yang lebih baik. Aku percaya kepada janji Allah “Good Women are for Good Men”.. aku tidak pernah meragukan itu..
    Tiba-tiba hpku berbunyi, pertanda bahwa ada BBM yang masuk. Oh.. ternyata ada yang invite, kulihat nama yang invite “ha? Bukannya ini dr.Anis, dokter di bagian interna itu yang baru saja pulang dari Amerika menyelesaikan studi megisternya” Gumamku dalam hati..

Oke, aku acceipt aja. Mungkin dia ingin bertanya tentang keadaan gizi di Rumah sakit ini, diakan dokter baru disini.

Aktivitasku hanya rumah sakit dan rumah. Selalu seperti itu, bulan depan usiaku 29 tahun. Ya Allah, aku semakin resah dengan ini. aku tidak memiliki teman cowok yang banyak, pernah aku minta tolong dengan murobbiku agar mencarikan ikhwan sesuai kriteria yang aku sebutkan ke dia. Tapi dia berkata tidak ada yang seperti itu. Apa mungkin kriteriaku terlalu tinggi? Tidak, itu demi kebahagian ibu dan Ayah.

Aku harus semangat berdoa dan berusaha dengan cara memantaskan diri, jodoh itu pasti akan datang.
Hpku berbunyi lagi, tanda BBM.

Dari dr.Anis..
Ukh, aku baru mengenalmu dan hati ini ingin menyempurnakan separuh dienku denganmu. Aku ingin melamarmu, mendatangi orang tuamu dan meminta izinnya untuk meminangmu. Maaf ukh, atas kelancanganku”..

     Pesan itu, memecahkan ketenangan malam ini. Bak, angin kencang yang tiba-tiba terhembus di kesunyian malam. Merasuk hingga ke alam bawah sadarku. Membongkar kembali ketenangan yang sudah tercipta, menggoyahkan rasa yang ada disini.

     Sejenak kualihkan pandaganku dari pesan singkat itu. Ini bukan pertama kalinya, sebelumnya sudah ada beberapa ikhwan yang ingin mengkhitbah tapi selalu saja ditolak. Ya Allah, dia seorang ikhwan yang taat. Jika, waktu shalat aku selalu melihatnya berjamaah di mushollah Rumah Sakit dan aku semakin yakin waktu dia membantu seorang nenek yang tidak mampu kala nenek itu datang di Rumah sakit. Ya Allah, apa ini jawaban dari doaku selama ini. Apa ini yang diinginkan orang tuaku, apa mereka akan menyetujuinya.

Aku bahagia membaca pesan singkat itu.. lalu aku membalas pesan itu.

“Akhi, aku tidak tau apa yang akhi lihat dari saya. Akhi adalah seorang dokter dan rasa-rasanya aku belum percaya kalau akhi menyukai saya dan ingin malamar saya. Tapi, jika itu memang sudah akhi pikirkan baik-baik. Datanglah di rumahku, temui orang tuaku dan bicaralah baik-baik pada mereka”

Malam itu aku bangun mendirikan shalat malam, berdoa dan memohon petunjuk-Nya..

Ya Allah, jika dia terbaik bagi agamaku, duniaku dan akhiratku. Tolong pertemukan kami dalam bingkai yang halal. Tapi jika dia orang yang bakal meruntuhkan agamaku dan menyengsarakan akhiratku, tolong jauhkan hamba dengan cara-Mu”

Esok harinya, dr.Anis datang dengan kedua orag tuanya. Mereka bertemu dengan orang tuaku. Aku tidak mendengar percakapan mereka, aku duduk di kamar menanti kabar baik menghampiriku pagi ini.
beberapa jam kemudian, ibu masuk di kamarku. Kemudian mememelukku, Ya allah apakah ini pertanda baik atau buruk. Ibu berkata “Nak, lamarannya ibu sudah terima”

Alhamdulillah.. aku mendekap ibu  dan menangis dipangkuannya. Ya Allah akhirnya, aku dipertemukan dengan jodohku. Lancarkan lah pernikahan kami..
Keluarga Anis adalah keluarga yang agamanya taat, benar-benar dia dididik dikeluarga yang paham tentang agama islam. Ya Allah aku sangat bersykur, Engkau menjawab doaku diwaktu yang tepat dan dengan orang yang tepat.
Aku tidak hanya mendapatkan suami yang taat tapi aku juga mendapatkan keluaraga baru yang dambakan selama ini.

 Cinta, sebuah kata yang sederhana. Tapi sarat akan makna, penuh khidmat. Jiwa yang merasakannya akan merasa nyaman. Cinta datang dengan menawarkan ketentraman dan kesejukan bagi si empunya, memadamkan amarah dan menyurutkan kecewa.  Ia seperti langkah awal untuk membangun sebuah istana di singgasana hati.


0 komentar:

Posting Komentar