Aku tidak tau ini keputusasaan atau harapan yang sudah menua dan
sudah sampai di ujung lelah. Aku ingin marah, aku ingin pergi dan aku ingi
berteriak sekencang-kencangnya. Biarlah sang malam terbangun, membantuku
mencari jalan keluar. Ya Allah.. keputusasaan ini nyaris menggerogoti
hatiku.
Usiaku 28 tahun dan bulan Februari 2014
sudah 29 tahun. Usia yang cukup tua untuk seorang gadis perawan seperti saya.
Teman-teman sebaya sudah menikah dan bahkan diantara mereka sudah memiliki
anak, sedagkan aku? Ya Allah tanyaku ini, selalu saja ku haturkan disepanjang
malam. Tapi sampai sekarang Engkau belum menjawab doaku..
Aku tau, aku hanya perlu
bersabar dan menanti leih lama. Engkau menguji kesabaranku saat ini.
Jika mengingat masa lalu itu, membuat
saya berpikir apa aku sudah menolak jodohku? Sudah ada beberapa ikhwan yang
pernah datang di rumah, berniat menikahiku. Tapi belum ada satu pun yang
diterima oleh orang tuaku. Ibu ku berasal dari suku Bugis, adat budayanya yang
masih sangat kental, membuat ikhwan tidak bisa memenuhi persyaratan yang
diajukan oleh mereka.
Ibu.. tolong dengarkan isi hatiku kali
ini.aku ingin menikah dengan ikhwan yang agamanya baik, taat dan bisa
membimbingku hingga meraih jannah-Nya. Ibu, aku ingin lelaki seperti itu. Bukan
lelaki yang mengutamakan dunianya..
Aku sudah
pernah berjanji bahwa aku tidak akan menolak permintaan ibu.. aku akan
mengikutinya, demi membuatnya bahagia. Ayahku, seorang wiraswasta. Beliau
sangat jarang berada di rumah. Terkadang 2 kali setahun.. aku ketiga kedua dari
6 bersaudara.
Keluargaku
bukan keluarga yang sempurna, bukan keluarga islami. Dari kecil aku tidak
pernah mengingat, bahwa aku pernah diajarkan ilmu agama oleh ayah maupun ibuku.
Tidak pernah sama sekali..
Bahkan kakakku seorang yang memiliki
aliran agma yang berbeda denganku. Sama Islam, tapi dia islam filsafat. Bukan
satu dua kali saya berdebat dengannya.. Ya Allah, aku ingin mengadu denganmu.
Menceritakan ulah kakakku yang selalu menafikkan keagungan-Mu..
Pernah suatu hari saya berdebat dengan
kakakku.. Namanya Akmal.
“Aliyah, untuk apa sih kamu shalat?
Menyembah Allah?”
Aku menjawab “iyah, saya shalat sebagai
wujud bahwa saya hanyalah seorang hamba”
“Apa kamu percaya dengan Al-Qur’an?
Apa Al-Qur’an itu benar?”
“ya Allah kenapa kakak mempertanyakan
kebenaran Al-Qur’an, Al Qur-an adalah firman Allah, sesuatu yang nyata”.
“TIDAK, Al-Qur’an itu tidak ada kebenaran
sama sekali di dalammya”.. kak Akmal
“Sudah, mending kakak keluar dari kamarku,
aku ga mau berdebat masalah yang sudah nyata kebenarannya”.. Ujarku dengan
suara yang cukup keras
Kakakku tidak
pernah shalat bahkan selalu mempertanyakan al-Qur’an. Ya Allah aku ingin
mngadukan kakak dengan-Mu, mendengarkan peluhku dalam hati. Keluargaku tidaklah
seperti keluarga yang lain, tidak ada kasih sayang di dalamnya. Aku ingin
berteriak, meneriakkan semua kecewa di dalam hati.
Sedangkan kedua adikku, tidak memakai
hijab. Berulangkali aku menasihatinya, agar memakai hijab tapi mereka tidak
pernah mendengarkanku. Dikeluargaku memang tidak pernah diajarkan, bagaimana
pentinganya hijab bagi seorang wanita. Bahkan, teringat waktu pertama kali saya
mengenakan hijab syar’i, saya ditertawakan oleh adik-adikku, katanya gayaku
kampungan, seperti nenek-nenek. Ketika itu, air mataku tiba-tiba mengelir tapi
tidak di depan mereka.
Pernah juga, ibuku tiba-tiba berkata
“Nak, nggak usah pake jilbab sepanjang itu. Nanti ngggak ada laki-laki yang mau
denganmu, berpenampilan sedikit lah”.
Lalu kataku “ibu, aku tidak pernah
meragukan janji Allah kepada hamba-nya.”
Ternyata sudah
tengah malam, aku melirik jam dinding yang terpampang di atas meja belajarku.
Saatnya, shalat tahajjud. Bermunajat dengan-Mu, curhat dengan-Mu dan
mengutarakan semua kekecawanku hari ini.
-----
Semakin hari, usiaku semakin bertamba.
Kedua adikku sudah menikah, tahun lalu adikku yang paling bungsu sudah menikah
dengan salah satu pengusaha di Makassar. Orang-orang seakan melirikku dengan
penuh tanda tanya. Aliyah kapan nikah? Udah tua kok masih belum laku?
Ya Allah, pertanyaan seperti itu sudah
sangat biasa terngiang dikepalaku. Sudah lumrah..
Pernah suatu hari, ada
ikhwan yang sangat aku suka, aku empati dan simpati dengannya. Diapun
memberanikan diri untuk melamarku, mendatangi orang tuaku. Berbicara dengan
ibuku..
Ibuku bertanya “Pekerjaanmu apa?”
Ikhwan itu menjawab “Saya bekerja di
salah satu travel haji dan umroh dan ada usaha kecil-kecil”
Ibu “ohh. Usaha kecil yah. Berapa uang
panaik buat anakku?
Ikhwan itu menyebutkan dan ternyata tidak
sesuai dengan keinginan ibuku, diapun ditolak. Seperti kasus-kasus sebelumnya.
Itulah tradisi di suku bugis, jika orang
tua semakin terpandang makan kehormatannya juga semakin terpandang. Maka,
mencari calon menantu buat anak perempuannya harus selevel dan orang tuaku
begitu.
Tangis pilu saat itu, kemudian ikwan itu
mengirimkan saya pesan singkat yang isinya..
“AssalamuAlaikum Wr.Wb... Ukhti, besar
keinginan untuk membina sebuah mahligai rumah tangga denganmu, tapi
orangtuamutidak menyetujui hal itu terjadi. Kita belum berjodoh ukhti..
Waalaikum Salam Wr.Wb”
Sesekali memandangi pesan singkat itu,
mataku berkaca-kaca. Lidahku kaku dan tak mampu berkata-kata apa lagi. Ibu kali
ini, dia menolak laki-laki yang aku inginkan sebagai jodohku.
Ibuku selalu
ingin membandingkan dengan suami adik-adikku.. yang kaya raya dan terpandang.
Tidak ibum aku tidak menginginkan suami seperti itu tapi tidak taat dengan Sang
Maha Pencipta.
“Ya Allah, kirimkan lelaki yang mampu
baik agamanya dan hartanya cukup untuk menafkahi aku dan anak-anakku kelak.
Leburkanlah keinginanku dan keinginan ibuku untuk amalah jodohku. Aamiin
Allahumma Aamiin”
Aku bekerja disalah satu Rumah sakit
terkemuka di Makassar. Dengan penuh kegigihan dan tanggungjawab menjalani
pekerjaanku. Sebagai persembahan syukurku kepada Sang Maha Segala-Nya. Hari
demi hari aku jalani, sembari memantaskan diriku dengan jodoh yang lebih baik.
Aku percaya kepada janji Allah “Good Women are for Good Men”.. aku tidak pernah
meragukan itu..
Tiba-tiba hpku
berbunyi, pertanda bahwa ada BBM yang masuk. Oh.. ternyata ada yang invite,
kulihat nama yang invite “ha? Bukannya ini dr.Anis, dokter di bagian interna
itu yang baru saja pulang dari Amerika menyelesaikan studi megisternya” Gumamku
dalam hati..
Oke, aku acceipt aja. Mungkin dia ingin
bertanya tentang keadaan gizi di Rumah sakit ini, diakan dokter baru disini.
Aktivitasku hanya rumah sakit dan rumah.
Selalu seperti itu, bulan depan usiaku 29 tahun. Ya Allah, aku semakin resah
dengan ini. aku tidak memiliki teman cowok yang banyak, pernah aku minta tolong
dengan murobbiku agar mencarikan ikhwan sesuai kriteria yang aku sebutkan ke
dia. Tapi dia berkata tidak ada yang seperti itu. Apa mungkin kriteriaku
terlalu tinggi? Tidak, itu demi kebahagian ibu dan Ayah.
Aku harus semangat berdoa dan berusaha
dengan cara memantaskan diri, jodoh itu pasti akan datang.
Hpku berbunyi lagi, tanda BBM.
Dari dr.Anis..
“Ukh, aku baru mengenalmu dan hati ini
ingin menyempurnakan separuh dienku denganmu. Aku ingin melamarmu, mendatangi
orang tuamu dan meminta izinnya untuk meminangmu. Maaf ukh, atas
kelancanganku”..
Pesan itu,
memecahkan ketenangan malam ini. Bak, angin kencang yang tiba-tiba terhembus di
kesunyian malam. Merasuk hingga ke alam bawah sadarku. Membongkar kembali
ketenangan yang sudah tercipta, menggoyahkan rasa yang ada disini.
Sejenak
kualihkan pandaganku dari pesan singkat itu. Ini bukan pertama kalinya,
sebelumnya sudah ada beberapa ikhwan yang ingin mengkhitbah tapi selalu saja
ditolak. Ya Allah, dia seorang ikhwan yang taat. Jika, waktu shalat aku selalu
melihatnya berjamaah di mushollah Rumah Sakit dan aku semakin yakin waktu dia
membantu seorang nenek yang tidak mampu kala nenek itu datang di Rumah sakit.
Ya Allah, apa ini jawaban dari doaku selama ini. Apa ini yang diinginkan orang
tuaku, apa mereka akan menyetujuinya.
Aku bahagia membaca pesan singkat itu..
lalu aku membalas pesan itu.
“Akhi, aku tidak tau apa yang akhi lihat
dari saya. Akhi adalah seorang dokter dan rasa-rasanya aku belum percaya kalau
akhi menyukai saya dan ingin malamar saya. Tapi, jika itu memang sudah akhi
pikirkan baik-baik. Datanglah di rumahku, temui orang tuaku dan bicaralah
baik-baik pada mereka”
Malam itu aku bangun mendirikan shalat
malam, berdoa dan memohon petunjuk-Nya..
Ya Allah, jika dia
terbaik bagi agamaku, duniaku dan akhiratku. Tolong pertemukan kami dalam
bingkai yang halal. Tapi jika dia orang yang bakal meruntuhkan agamaku dan
menyengsarakan akhiratku, tolong jauhkan hamba dengan cara-Mu”
Esok harinya, dr.Anis
datang dengan kedua orag tuanya. Mereka bertemu dengan orang tuaku. Aku tidak
mendengar percakapan mereka, aku duduk di kamar menanti kabar baik
menghampiriku pagi ini.
beberapa jam kemudian,
ibu masuk di kamarku. Kemudian mememelukku, Ya allah apakah ini pertanda baik
atau buruk. Ibu berkata “Nak, lamarannya ibu sudah terima”
Alhamdulillah.. aku
mendekap ibu dan menangis dipangkuannya. Ya Allah akhirnya, aku
dipertemukan dengan jodohku. Lancarkan lah pernikahan kami..
Keluarga Anis adalah
keluarga yang agamanya taat, benar-benar dia dididik dikeluarga yang paham
tentang agama islam. Ya Allah aku sangat bersykur, Engkau menjawab doaku
diwaktu yang tepat dan dengan orang yang tepat.
Aku tidak hanya
mendapatkan suami yang taat tapi aku juga mendapatkan keluaraga baru yang
dambakan selama ini.
Cinta, sebuah kata yang
sederhana. Tapi sarat akan makna, penuh khidmat. Jiwa yang merasakannya akan
merasa nyaman. Cinta datang dengan menawarkan ketentraman dan kesejukan bagi si
empunya, memadamkan amarah dan menyurutkan kecewa. Ia seperti langkah
awal untuk membangun sebuah istana di singgasana hati.
0 komentar:
Posting Komentar