Aku ingin mengatakan sesuatu, tapi terkadang terasa serak disini. Ucapku
seakan tertahan diteggorokanku, tak mampu terucapkan. Gerakku, mulai tak
karuan. Aku tak tau bagaimana cara mengungkapkannya. Bisakah, ungkapan itu
terwakili hanya dengan sebuah tindakan?
Akkhh.. aku rasa, tindakanku pun tak mampu mewakili besar rasa disini.
Ayah.. Ibu.. Akankah bisa aku membalas kebaikan kalian, Kasih kalian,
belaian kalian, Nasihat kalian, dan semua hal yang pernah Ayah dan ibu ajarkan
untuk anandamu ini.
Apa bisa? Apa mampu??
Ibu..
Ketika engkau mengeluh karena sakit, aku pun juga merasakan sakit. Tapi tanganku
tak bisa berbuat lebih.. teringat ketika waktu kecil, saat aku sakit. Engkau pontang
panting, mencari obat kesana dan kesini. Hanya demi kesembuhanku.. Ibu, aku
ingin berlari kepangkuanmu. Memelukmu dengan kasih, merayumu dengan kalimat
manja dan mendekapmu lebih dekat lagi.
Saat aku mulai jenuh dengan keadaan yang terkadang menghimpit di dada,
langkah untuk mencapai impianku semakin surut dan imajinku tentang cita-cita
sudah pudar. Engkau mendatangiku, duduk disampingku, memelukku, kemudian
membisikku. “Nak, Raih impianmu, jangan pernah menyerah. Doaku selalu
menyertaimu”.. kemudian aku memelukmu ibu, sangat erat. Lalu, aku menangis
dipangkuanmu, menceritakan tentang masalahku hari ini..
Hari ini ibu berkata, “Nak, dadaku semakin sakit”.. tak sengaja aku mengeluarkan airmata
di depanmu, Engkau melihatku menangis. Ibu, aku tak sanggup mendengarmu
kesakitan. Ibu, aku ingin suatu saat nanti, Ibu dan Ayah melihat kesuksesanku,
melihatku menikah, melihat anak-anakku besar, cucu ayah dan ibu. Tunggu saja
ibu, waktu itu akan benar-benar tiba. Sabar menunggu ibu, anandamu sekarang
sedang berusaha mencapai kesuksesan itu. Tenang saja ibu.. ayah, kalian akan
tersenyum bangga, dan berkata kepada semua orang-orang dengan bangga “Dia Anankku”.. Sabar saja Ibu..
Ayah.. Sabar. Doakan Anandamu ini..
Ayah..
Semakin hari, ayah kelihatan sangat kurus. Apa karena mencari uang untuk
menafkahi aku dan saudara-saudaraku?? Ayah.. tubuhmu semakin menipis. Sekarang pun,
rambutmu berubah menjadi putih. Ayah.. berhentilah, istirahatlah di rumah,
menemani ibu. Biar anandamu ini yang menggantikanmu. Tapi katamu “Aku masih
kecil”.. Ayah, usiaku sudah layak dikatakan dewasa. Biar aku belajar menapaki
hidup yang katamu penuh arus dan ombak.
Sudah Ayah, aku katakan “Aku bisa melewatinya”, doakan saja anandamu
ini. Istirahatlah dirumah, menamani ibu.
Ayah, engkau sering menasihatiku untuk menjadi orang yang kuat. Aku tumbuh
dengan nasihatmu, sudah terpatok disini.
Aku pernah mendengarmu batuk, ketika aku bertanya ‘Kenapa dengan ayah,
apa ayah sedang sakit?’, dan ayah hanya menjawab “Tidak kenapa2 nak”.
Ayah.. aku tau, engkau menyembunyikan sakitmu dari penglihatan dan
pendengaranku. Engkau tidak mau kan, jika melihatku sedih. Ayah, ceritakan saja
apa yang engkau rasakan.
Ayah.. selalu memberiku semangat ketika imanku mulai goyah karena
masalah hidup yang menghampiri. Engkau menasihatiku dengan lembut dan bijak..
dari kecil, ayah mendidikku menjadi manusia yang sebenar-benarnya, manusia yang
dirindukan oleh orang-orang. Aku ingin
seperti ayah.. mengikuti cara berjalan ayah, mencontohi semangat hidup ayah,
kerja keras ayah dan semua yang ada pada diri ayah..
Ayah.. Ibu..
Kalian sepasang bidadari yang dikirimkan Allah untukku, menuntun
jalanku, menegurku ketika langkah kakiku mulai tak sesuai ajaran-Nya. Dengan bijak,
kalian menasihatiku tanpa membuat hatiku luka. Ayah.. ibu.. tolong katakan apa
saja, yang kalian inginkan dariku?? Apa saja..
Ayah.. Ibu.. Aku rindu kalian, rindu dengan kemanjaan yang selalu
kubuat-buat di depan kalian. Tapi sekarang aku sudah besar, adik-adikku
pun sudah mulai beranjak dewasa. Aku ingin menangis cengeng di depan kalian..
tapi aku sadar usiaku sudah mulai bertambah, tak sama lagi waktu aku masih sering
digendong oleh kalian.
Salam Rindu dari Anandamu untuk Sepasang Bidadari.. Ayah ~ Ibu
kalian semangat hidupku..