Family oriented and education oriented

Jumat, 26 Juli 2013

Keikhlasan dan Ketabahan

06.53 Posted by Harna Nawir No comments
Panggil saja “Nurul”.. Saat ini usiaku 28 tahun dan aku hidup tanpa seorang ayah, yang beberapa bulan lalu telah dipanggil oleh-Nya. Kenangan ayah yang pernah tertorehkan dalam lembar-lembar kisah hidupku tidak akan pernah terlupa, seiring berjalannya waktu. Dia sosok yang bijak dan penuh dengan tanggung jawab dengan istri dan anak-anaknya.. beliau meninggal tanpa melihatku menikah, membina rumah tangga dengan seorang lelaki. Kisah percintaanku begitu suram dan pedih, hanya luka yang sempat tersimpan di memori.

5 tahun lalu, aku pernah dilamar dengan seorang laki-laki yang mencintaiku dan akupun merasakan hal yang sama. Saat itu usiaku masih 23 tahun, bahagia memenuhi ruang hatiku saat itu. 3 bulan sebelum acara pernikahan dilangsungkan, aku sudah mempersiapkan semuanya, layaknya persiapan calon pengantin. Terkadang, apa yang kita inginkan hanyalah sebuah ingin semata, tak menjadi kenyataan.

Malam itu, aku gelisah tak tenang rasaya dalam hati. Kaki ini bak terpanggil ke rumah calon suamiku itu. Tapi tidak mungkin rasanya aku kesana.. apa perkataan orang-orang. Tiba-tiba dia menelpon dan dia mau mampir ke rumah. Tapi aku menolak kedatangannnya, diapun setuju dan dia langsung menutup telponnya. Tapi kegelisahan itu tetap saja tak hilang dari hati... aku memberanikan diri menyapanya dan mendatangi rumahnya.

“Dia tidak ada di rumah” Kata ibunya..
Aku pun terheran saat itu, kegelisahanku semakin bertambah. Aku berjalan pulang melewati arah yang berbeda sewaktu datang.
Tidak, aku melihat dia di rumah tetangganya. Duduk berdua dengan cewek itu, berpelukan mesra. Apa artinya ini?? aku menghampirinya dan dia kaget. Aku tidak meminta penjelasan apapun dengan dia, cukup kedua mataku jadi saksi nyata atas pengkhianatan yang dia lakukan. Aku mengenal calon suamiku itu, sudah 7 tahun. Bukan waktu yang singkat.. tapi dia mengkhianati diujung penantian ini..

Aku pulang di rumah dengan isak tangis, apa yang harus aku katakan kepada kedua orang tuaku, keluargaku yang lain. Mereka sudah mempersiapkan pernikahan ini. apakah harus tetap dilanjutkan atau dihentikan saja..

Telpon dan smsnya, tidak ada. Bahkan hari ketiga setelah kejadian itu, dia tidak menjelaskan apapun tentang kejadian malam itu. Tiba-tiba sepupunya datang ke rumah dan ingin berbicara dengan saya. Aku sangat dekat dengan sepupunya karena sebaya denganku. Dia berkata kalau kakak ‘Calon suamiku” sudah menikah dengan gadis yang waktu itu. Mereka menikah tanpa restu kedua orang tuanya, mereka menikah tanpa dimeriahkan dengan pesta. Hanya akad nikah yang berlangsung singkat..

Apa yang terjadi dengannya? Mengapa dia berubah.. Mataku berkaca-kaca. Aku tidak bisa menahan kesakitan yang dia torehkan tepat di hatiku yang paling dalam. Hari itu, aku beranikan diri membicarakan kepada kedua orang tuaku dengan sebaik-baik prakata. Alhamdulillah, dia mengerti dan mereka mencoba menghiburku. Tidak Ibu, ayah.. aku ikhlas menerima semua ini. dia bukan jodohku, dan alhamduliillah Allah SWT telah menunjukkan siapa dia sebenarnya.

Hari berganti hari, terdengar kabar kalau mereka bercerai dan ibu dari mantan calon suamiku maih sering memanggil saya ke rumahnya. Hanya silahturrahmi.. bahkan anak dari pernikahannya yang belum cukup 1 tahun itu sering aku gendong.
Sepupunya, sering mengatakan kalau kakaknya menikah dengan gadis itu karena gadis itu hamil. Astagfirullah, saat itu hatiku borok mendengarnya.
4 tahun berlalu setelah peristiwa itu, dia masih menghubungiku dan belum menikah lagi. Aku tidak mau denganmu, cukup jelas peluh yang kau berikan pada saat itu.


Tersadar seketika, bukan alasan dendam sehingga aku tidak mau menerimanya lagi. Aku ikhlas atas peristiwa waktu itu.. aku ikhlas. Tapi tolong, hentikan inginmu saat ini. Maaf..  Rasa itu telah mati beberapa tahun lalu, seiring awal pengkhianatanmu.. 


0 komentar:

Posting Komentar