Panggil saja “Nurul”..
Saat ini usiaku 28 tahun dan aku hidup tanpa seorang ayah, yang beberapa bulan
lalu telah dipanggil oleh-Nya. Kenangan ayah yang pernah tertorehkan dalam
lembar-lembar kisah hidupku tidak akan pernah terlupa, seiring berjalannya
waktu. Dia sosok yang bijak dan penuh dengan tanggung jawab dengan istri dan
anak-anaknya.. beliau meninggal tanpa melihatku menikah, membina rumah tangga
dengan seorang lelaki. Kisah percintaanku begitu suram dan pedih, hanya luka
yang sempat tersimpan di memori.
5 tahun lalu,
aku pernah dilamar dengan seorang laki-laki yang mencintaiku dan akupun
merasakan hal yang sama. Saat itu usiaku masih 23 tahun, bahagia memenuhi ruang
hatiku saat itu. 3 bulan sebelum acara pernikahan dilangsungkan, aku sudah
mempersiapkan semuanya, layaknya persiapan calon pengantin. Terkadang, apa yang
kita inginkan hanyalah sebuah ingin semata, tak menjadi kenyataan.
Malam itu, aku
gelisah tak tenang rasaya dalam hati. Kaki ini bak terpanggil ke rumah calon
suamiku itu. Tapi tidak mungkin rasanya aku kesana.. apa perkataan orang-orang.
Tiba-tiba dia menelpon dan dia mau mampir ke rumah. Tapi aku menolak
kedatangannnya, diapun setuju dan dia langsung menutup telponnya. Tapi kegelisahan
itu tetap saja tak hilang dari hati... aku memberanikan diri menyapanya dan
mendatangi rumahnya.
“Dia tidak ada
di rumah” Kata ibunya..
Aku pun terheran
saat itu, kegelisahanku semakin bertambah. Aku berjalan pulang melewati arah
yang berbeda sewaktu datang.
Tidak, aku
melihat dia di rumah tetangganya. Duduk berdua dengan cewek itu, berpelukan
mesra. Apa artinya ini?? aku menghampirinya dan dia kaget. Aku tidak meminta
penjelasan apapun dengan dia, cukup kedua mataku jadi saksi nyata atas
pengkhianatan yang dia lakukan. Aku mengenal calon suamiku itu, sudah 7 tahun. Bukan
waktu yang singkat.. tapi dia mengkhianati diujung penantian ini..
Aku pulang di
rumah dengan isak tangis, apa yang harus aku katakan kepada kedua orang tuaku,
keluargaku yang lain. Mereka sudah mempersiapkan pernikahan ini. apakah harus
tetap dilanjutkan atau dihentikan saja..
Telpon dan
smsnya, tidak ada. Bahkan hari ketiga setelah kejadian itu, dia tidak
menjelaskan apapun tentang kejadian malam itu. Tiba-tiba sepupunya datang ke
rumah dan ingin berbicara dengan saya. Aku sangat dekat dengan sepupunya karena
sebaya denganku. Dia berkata kalau kakak ‘Calon suamiku” sudah menikah dengan
gadis yang waktu itu. Mereka menikah tanpa restu kedua orang tuanya, mereka
menikah tanpa dimeriahkan dengan pesta. Hanya akad nikah yang berlangsung
singkat..
Apa yang
terjadi dengannya? Mengapa dia berubah.. Mataku berkaca-kaca. Aku tidak bisa
menahan kesakitan yang dia torehkan tepat di hatiku yang paling dalam. Hari itu,
aku beranikan diri membicarakan kepada kedua orang tuaku dengan sebaik-baik
prakata. Alhamdulillah, dia mengerti dan mereka mencoba menghiburku. Tidak Ibu,
ayah.. aku ikhlas menerima semua ini. dia bukan jodohku, dan alhamduliillah
Allah SWT telah menunjukkan siapa dia sebenarnya.
Hari berganti
hari, terdengar kabar kalau mereka bercerai dan ibu dari mantan calon suamiku
maih sering memanggil saya ke rumahnya. Hanya silahturrahmi.. bahkan anak dari
pernikahannya yang belum cukup 1 tahun itu sering aku gendong.
Sepupunya,
sering mengatakan kalau kakaknya menikah dengan gadis itu karena gadis itu
hamil. Astagfirullah, saat itu hatiku borok mendengarnya.
4 tahun berlalu
setelah peristiwa itu, dia masih menghubungiku dan belum menikah lagi. Aku tidak
mau denganmu, cukup jelas peluh yang kau berikan pada saat itu.
Tersadar seketika,
bukan alasan dendam sehingga aku tidak mau menerimanya lagi. Aku ikhlas atas
peristiwa waktu itu.. aku ikhlas. Tapi tolong, hentikan inginmu saat ini. Maaf..
Rasa itu telah mati beberapa tahun lalu,
seiring awal pengkhianatanmu..
0 komentar:
Posting Komentar