Pesan itu, memecahkan
ketenangan malam ini. Bak, angin kencang yang tiba-tiba terhembus di kesunyian
malam. Merasuk hingga ke alam bawah sadarku. Membongkar kembali ketenangan yang
sudah tercipta, menggoyahkan rasa yang ada disini.
“Ukh, aku baru mengenalmu dan hati ini ingin
menyempurnakan separuh dienku denganmu. Aku ingin melamarmu, mendatangi orang
tuamu dan meminta izinnya untuk meminangmu. Maaf ukh, atas kelancanganku”..
Sejenak kualihkan
pandaganku dari pesan singkat itu. Ini bukan pertama kalinya, sebelumnya sudah
ada beberapa ikhwan yang ingin mengkhitbah tapi aku acuhkan begitu saja. Tapi kali
ini, benar-benar membuat saya berpikir, bagaimana saya menolaknya? Dengan alasan
apa? Dia seorang ikhwan yang taat.. dengan agamanya dia bisa membimbingku ke
jannah-Nya. Seharusnya, sekarang aku bahagia..
Tapi.. ta..
ta...taaa..
Lidahku kaku,
tubuhku tiba-tiba layu, penglihatanku tiba-tiba jadi samar. Badanku sulit untuk
digerakkan butuh asupan energi. Kenapa tiba-tiba ragu? Bukankah, ini yang aku
inginkan. Ikhwan yang agamanya bagus dan hidupnya mapan. Bukankan ini yang aku
inginkan selama ini?? Aku membisikkan kalimat itu, mempertanyakan keinginanku
yang sudah jauh hari terbangun.
Ya Allah..
kali ini aku benar-benar diselimuti keraguan.
Kembali kubaca
pesan singkat itu, ini benar-benar nyata. Dia mengkhitbahku dan bahkan dia
ingin melamarku. Lalu, bagaimana dengan perasaanku? Apa harus kukorbankan..
Bagaimana aku
menjawab permintaan itu. Sunggu sangat sulit mengambil keputusan itu, mungkin
permintaan itu tidak dapat kupenuhi. Tapi, bukankah ini yang aku inginkan.
Akkhhh.. aku
butuh petunjuk-Mu. Sunyi mulai menepi, sebagai aba-aba bahwa aku siap menjawab
pertanyaan itu. Gemersik dedaunan sudah tak terdengar lagi, mungkin saatnya aku
menjawab tapi dengan menjawab apa, caranya bagaimana??
Aku memberanikan
diri menjawab dari pesan singkat itu..
“Afwan akh, bukannya aku tidak menginginkan akhi
menjadi pendamping hidupku, tapi karena sesuatu dan lain hal sehingga aku tidak
bisa menerima permintaan itu akh. Maaf yang sebesar-besarnya, semoga Allah
menuntun langkah akhi, untuk menemukan tulang rusuk akhi’.
Aku menolaknya,
lagi dan lagi. Lalu pendamping yang bagaimana yang aku inginkan? Apa karena
perasaanku dengan seorang ikhwan yang kukenal itu membuat egoku semakin besar. Aku
terlalu mengutamakan perasaanku..
Tapi ikhwan
itu, tak pernah ada kabarnya. Kepastian yang kuharapkan tak kunjung datang. Ini
hanya harapan semu..
Perisai-perisai
yang kubangun selama bertahun-tahun kian pecah, membongkar sebongkah rindu yang
selama ini tercipta. Apa ini dosa?? Aku menolak ikhwan yang datang dengan tulus
demi perasaanku untuk seseorang itu. Aku egois..
Lalu, apa yang
harus kulakukan? Apa aku harus melepaskan harap ini.. tidak, aku tidak sanggup.
Lalu? Logika ku dan hatiku selalu saja berdebat.. yang mana harus kudengarkan??
Disini ada
rindu, tepat di atas ulu hatiku yang telah
lama terpatok memendam rindu.
Rindu untuk bersatu yang tak pernah berani ku tawarkan padamu. Bahkan, menyapamu pun aku tak berani. Apa sudah
saatnya, aku padamkan rasa itu? Mungkin sudah saatnya, cinta itu kutawarkan
kepada ikhwan yang lain.
Tapi, aku sudah menolak ikhwan yang
mengkhitbahku hari ini. Mungkin terlalu cepat aku menjawab permintaan itu. Kita
belum berjodoh akh’.. semoga engkau dipertemukan dengan wanita yang lebih
baik..
;(
BalasHapus:)
BalasHapus