Dalam
diam..
Terkadang
kita berpikir, mengapa cinta itu harus dia? Dia yang biasa saja, sederhana dan
fisiknya standar…. Itulah cinta. Tak terbaca oleh logika namun bisa diatur oleh
akal. Tapi tak dapat dihindari. Ketika dia datang dengan cinta itu, terasa
bahagia meski tak memiliki. Saya sepakat dengan kalimat “cinta tak mesti
memiliki”.
Salah
satu temanku pernah berkata “sangat sakit saat melihat orang yang kita sayangi
bersama dengan orang lain” dan kataku “yah… memang sakit tapi lebih sakit lagi jika
dia bersamamu padahal dia tak mencintaimu lagi”.
Saya
mengenalnya, sekitar 9 tahun yang lalu. Waktu yang sangat lama untuk tetap
bertahan.
Dia
sempat menyukaiku tapi ketika itu aku mengabaikannya. Aku mengabaikannya bukan
karena aku tak membalas dan berkata “ia”
tapi
aku takut untuk putus dengannya suatu saat nanti. Aku ingin dia tetap
menjadi sahabatku, kala waktu dulu dan akan datang. Tapi Terkadang “ingin” tak sesuai dengan
“harap”. Harap bisa saja hanya menjadi sebuah harap karena hidup ini ada yang
mengatur. Sembari ku mengingat, ketika itu aku berharap hanya dia yang di
hatiku, mungkin untuk selamanya. Terdengar agak lebay sih, tapi itu harapku
saat itu.
Hidup
itu pilihan. Kalau tidak ingin hidup yah pilih saja mati. Hehehe
Cinta
itu tak terbaca oleh seratus kata, seribu kata bahkan berjuta-juta kata.
0 komentar:
Posting Komentar