Family oriented and education oriented

Selasa, 24 September 2013

JEJAK RASA

06.37 Posted by Harna Nawir No comments
Tak ada celah untuk mengembalikan rasa  seperti dulu, semuanya terkubur begitu saja. Bersama luka yang pernah tergores nyata di hati. Ini bukan tentang kehilangan karena toh sejatinya, kita tidak pernah saling memiliki. Ini hanya, rasa yang sudah menjadi jejak.

“Aku ingin menikahimu”.. kalimat itu masih terngiang dibenak, saat aku menginginkan engkau menjadi istriku. Masih sangat jelas, kala harapan itu membuncah. Kala rasa itu masih bersemayam di hati dan katamu kau merasakan hal yang sama. Meski saat itu,  kita hanya ngobrol via telpon. Aku tidak melihat mimik mukamu, apakah bahagia atau ragu? Yang pasti, aku sangat berharap.

Bukankah, kau berkata. Pacaran itu haram? Maka lekas, aku memantaskan diri untukmu. Membenahi diri menjadi lebih baik, agar aku pantas bersanding dengan dirimu yang begitu anggun dan mempesona. Aku mengagumi akhlakmu yang terjaga, tutur katamu yang begitu lembut, hijabmu yang sempurna. Semuanya yang ada pada dirimu, terutama agamamu.

Keraguan sesekali menyelinap di hati, apakah aku pantas denganmu? Aku menunggu jawabanmu tanpa keluh.. sembari memperbaiki diri menjadi lebih baik. Bukankah, orang baik akan berjodoh dengan orang baik dan sebaliknya. Maka dengan sepenuh hati aku berusaha menjadi orang yang baik, bukan karena dirimu tapi karena Allah. Kecintaanku kepadamu, tidaklah lebih besar dari rasa cintaku kepadaNya.

Tak lama kemudian, engkau memberiku jawaban yang sangat menyayat hati. Semestinya malam itu hening, tapi ketika itu bak angin kencang menghampiri tubuhku yang tidak begitu kekar. Seketika itu, tubuhku kaku dan tak bisa berkomentar apapun. Harap yang dulunya menggunung, perlahan-lahan mulai luluh. Harapan itu kini mulai hancur. Aku salah, semestinya dari awal aku tidak berharap denganmu. Bukankah, berharap itu hanya kepada Allah. Ya Allah, satu pelajaran hidup yang sangat berharga buatku.

Masih teringat jelas, malam itu engkau berkata “Kak, Maaf yang sebesar-besarnya. Saya sudah dijodohkan oleh ibu saya dengan orang yang saya kenal sebelumnya dan saya tidak bisa menolak permintaan beliau”..
Sangat singkat, namun begitu menanam luka di hati. Sudahlah, dia bukan jodohku.

Banyak hikmah dibalik semua yang terjadi, meski sekarang sudah menjadi jejak rasa namun pelajaran yang dipetik sangat banyak dari mengenal sosokmu.
Bagaimana aku berubah menjadi lebih baik..


Sekali lagi.. Aku tidak pernah kehilangan karena aku tidak pernah memiliki. 


0 komentar:

Posting Komentar