Tak ada celah untuk mengembalikan rasa seperti dulu, semuanya terkubur begitu saja. Bersama
luka yang pernah tergores nyata di hati. Ini bukan tentang kehilangan karena
toh sejatinya, kita tidak pernah saling memiliki. Ini hanya, rasa yang sudah
menjadi jejak.
“Aku ingin menikahimu”.. kalimat itu masih
terngiang dibenak, saat aku menginginkan engkau menjadi istriku. Masih sangat
jelas, kala harapan itu membuncah. Kala rasa itu masih bersemayam di hati dan katamu
kau merasakan hal yang sama. Meski saat itu, kita hanya ngobrol via telpon. Aku tidak
melihat mimik mukamu, apakah bahagia atau ragu? Yang pasti, aku sangat
berharap.
Bukankah, kau berkata. Pacaran itu haram? Maka lekas,
aku memantaskan diri untukmu. Membenahi diri menjadi lebih baik, agar aku
pantas bersanding dengan dirimu yang begitu anggun dan mempesona. Aku mengagumi
akhlakmu yang terjaga, tutur katamu yang begitu lembut, hijabmu yang sempurna. Semuanya
yang ada pada dirimu, terutama agamamu.
Keraguan sesekali menyelinap di hati, apakah
aku pantas denganmu? Aku menunggu jawabanmu tanpa keluh.. sembari memperbaiki
diri menjadi lebih baik. Bukankah, orang baik akan berjodoh dengan orang baik
dan sebaliknya. Maka dengan sepenuh hati aku berusaha menjadi orang yang baik,
bukan karena dirimu tapi karena Allah. Kecintaanku kepadamu, tidaklah lebih
besar dari rasa cintaku kepadaNya.
Tak lama kemudian, engkau memberiku jawaban
yang sangat menyayat hati. Semestinya malam itu hening, tapi ketika itu bak
angin kencang menghampiri tubuhku yang tidak begitu kekar. Seketika itu,
tubuhku kaku dan tak bisa berkomentar apapun. Harap yang dulunya menggunung,
perlahan-lahan mulai luluh. Harapan itu kini mulai hancur. Aku salah, semestinya
dari awal aku tidak berharap denganmu. Bukankah, berharap itu hanya kepada
Allah. Ya Allah, satu pelajaran hidup yang sangat berharga buatku.
Masih teringat jelas, malam itu engkau berkata “Kak,
Maaf yang sebesar-besarnya. Saya sudah dijodohkan oleh ibu saya dengan orang
yang saya kenal sebelumnya dan saya tidak bisa menolak permintaan beliau”..
Sangat singkat, namun begitu menanam luka di
hati. Sudahlah, dia bukan jodohku.
Banyak hikmah dibalik semua yang terjadi, meski
sekarang sudah menjadi jejak rasa namun pelajaran yang dipetik sangat banyak
dari mengenal sosokmu.
Bagaimana aku berubah menjadi lebih baik..
Sekali lagi.. Aku tidak pernah kehilangan
karena aku tidak pernah memiliki.
0 komentar:
Posting Komentar