Family oriented and education oriented

Minggu, 28 Agustus 2016

Aku benar-benar sudah melupakanmu

11.12 Posted by Harna Nawir 2 comments
Malam itu benar-benar menjadi pertemuan terakhir dengannya, sebuah perpisahan. Tak ada ucapan manis seperti awal pertemuan. Memang benar, perpisahan selalu menjadi ajang menaruh luka. Perpisahan menjadi akhir dari sebuah rentetan cerita yang berawal dari sepatah kata romantis. Aku benar-benar mengutuk waktu, menyalahkan waktu yang kuhabiskan dengannya, menyesali pertemuan selama dengannya.

"Aku tidak pantas denganmu lagi, kita akhiri saja" katamu

Kau menutup malamku dengan satu kalimat itu dan aku benar-benar tidak bisa memahami maksud dari kalimat itu, seberapapun aku mencoba. Aku tidak bisa mengatakan apapun, hubungan yang baik-baik saja tiba-tiba harus diakhiri dengan kalimat konyol itu. Dan kamu pasti tau, aku bukan orang yang suka memaksa ataupun mempertahankan sebuah hubungan yang pihak lain sudah tak bisa melanjutkan lagi. Kamu pasti sangat tau dan olehnya kamu memilih dengan cara itu untuk mengakhiri hubungan kita.

Memang benar, hanya tuturmu yang bisa menekan egoku
Memang benar, hanya sikapmu yang membuatku merasa nyaman
Memang benar, aku mencintaimu
Waktu itu,
Tapi itu dulu
Sekitar 4 tahun yang lalu

Kali ini, kamu tiba-tiba datang ingin mengembalikan kembali ingatan-ingatanku saat bersamamu. Memaksaku untuk mengumpulkan kembali puing-puing rasa yang sudah berserakan. Apa kamu tau, sangat tak mudah melupakan rasa itu dan juga terlalu sulit untuk membuatnya utuh kembali. Sesekali hatiku payah, goyah untuk memulai kembali denganmu. 

"Kamu mau menikah denganku?" tanyamu sekali lagi

Seolah tak pernah ada perpisahan sebelumnya, seolah kau abaikan kejadian malam dipertengahan tahun 2012 lalu. Aku berusaha tak mencoba bertanya maksud dari kalimatmu waktu itu, karena aku takut jika saja (mungkin) alasanmu membuat hatiku semakin goyah. Jadi, aku memilih diam.

"Nis, waktu itu aku benar-benar tak pantas bersamamu. Aku merasa sangat jauh, sangat jauh darimu meski sebenarnya dekat. Waktu itu, usahaku bangkrut dan aku harus menjalani hidup yang serba kekurangan Nis. Apa tega aku melibatkan gadis yang aku cintai bersama dalam penderitaanku. Waktu itu, aku harus menjalani hukuman penjara 1 tahun karena tidak bisa membayar hutang-hutang yang melampaui kemampuanku. Aku tak mungkin tega, melihatmu menunggu di ruang pengunjung para tahanan. Aku tak mungkin tega melihatmu.... " 

Tetiba kalimatmu terhenti dan matamu berkaca-kaca. Sebenarnya, kamu tak perlu menjelaskan alasanmu itu. Kamu tak usah memanggilku kembali dalam kehidupanmu. Kehidupanku sudah sangat baik saat ini dan itu butuh perjuangan untuk sampai dititik ini. 

Dulu, aku sangat menyesali pertemuan dan perpisahan kita, tapi sekarang aku tak masalah lagi dengan itu. Kamu tahu, aku banyak berubah, bukan Nisa yang dulu lagi, kali ini aku hijrah ke jalanNya. Dan satu hal yang harus kamu tau, masa kita dulu bagiku itu adalah sebuah masa kebodohan. Penuh dosa dan luka. Mungkin saja, Allah sengaja membuat perpisahan itu sebagai awal pengenalanku denganNya. 

Sudahlah, bukankah memang lebih baik masa lalu tak perlu menjadi masa depan? Biarkan saja cerita dulu terlahap oleh waktu, usai oleh waktu. 
Aku benar-benar sudah melupakanmu 
dan maaf aku sudah (terlanjur) membuka hati untuk lelaki lain. 

2 komentar: